Siapa Dia

Minggu, 18 Maret 2012

Panggung Bernisan

gue mau menceritakan sebuah cerita lucu sekaligus mengenaskan. nggak cuma dua itu sih tapi miris, kasihan, dan malu. campur aduk lah semuanya.
hari jumat kemarin gue sedang di jalan pulang menuju rumah dari kampus. gue dengan tenangnya mengendarai Bouges, mobil gue dengan santai. gue menyusuri jalan rusak dan menyusuri tanjakan yang lumayan curam untuk sampai ke komplek rumah gue. bukan jalanannya yang akan gue bahas walaupun jalannya rusak parah tapi yang akan gue ceritakan disini adalah apa yang gue temui di jalan pulang.
yang gue temui di jalan adalah..... Panggung. iya panggung. tapi ini bukan sembarang panggung. karena panggungnya ini di dirikan di....... kuburan.

apa yang lo bakal pikirin seketika saat itu juga melihat ada panggung besar dan tinggi di kuburan? yang gue pikirin pertama kali adalah : Ini yakin mau ada panggung musik di kuburan?
iya, itu panggung musik, loh. bukan panggung nikahan yang ada tenda birunya. panggung itu cukup tinggi. mungkin tingginya 2 meter kurang lebih. disana tidak ada pembatas antara panggung dan kuburan. jadi bebas aja gitu masyarakat dan penonton sekitar menyaksikan acara musik disana.
gue melintas saja sambil masih melihat panggung tersebut didirikan dan dirapikan lewat kaca spion mobil sebelah kanan. 3 menit dari panggung/kuburan itu, sampailah gue sampai rumah.

sampai rumah gue langsung mempersiapkan diri gue untuk pergi kembali ke kampus untuk praktikum. tidak lupa gue meletakkan jas lab dibelakang kursi mobil. lanjut lagi, gue meluncur  keluar komplek menuju kampus. dan sekali lagi gue melihat panggung itu. kondisi disana lumayan ramai. masyarakat sekitar berkumpul disana sambil menyetel lagu dangdut dengan volume keras. dalam hati gue masih nggak nyangka, setega itu kah warga sana memperdengarkan lagu dangdut kepada mayat-mayat dibawah kuburan itu?

praktikum gue berjalan lancar. gue pulang pukul setengah lima sore. sebelum pulang gue mengantar temen gue, Bina ke kostnya (dia nebeng). kemudian gue menyetir Bouges dengan kecepatan sedang menuju rumah karena gue sudah lelah sekali dan penat. ingin cepat bertemu kasur.
kemudian, gue melewati lagi panggung itu mau tidak mau. setiap lewat sana, gue selalu amazed  dengan warga sana. mana tanda bahwa Jember kota santri? gue tidak melihat saat itu disana. sayang.

esok hari yaitu sabtu sekitar pukul 10 pagi gue bersiap-siap untuk pergi menuju Gedung Soetardjo untuk menghadiri acara wisuda pacar kakak gue dengan kakak gue pastinya. saat itu kakak gue yang menyetir menuju tempat wisuda. mau tidak mau lagi kami berdua harus melewati panggung kuburan itu. kemudian, kakak gue berkata, "gila ya nih orang-orang. panggung dangdut ditaro di kuburan. lo gak mau buat tulisan dek?". voila! gue juga memikirkan hal yang sama saat itu. "iya mbak emang pengen gue buat tulisan. nanti gue mau foto ya mbak". kemudian kami membicarakan sedikit tentang acara dangdut yang tak tahu adat itu.

"Sumpah ya tega banget tuh orang-orang. kok bisa-nisanya sih buat panggung disana. kayak nggak ada tempat lain aja" kata gue sambil menengok melihat panggung itu ke belakang.
"iya. nanti lo buat tulisan dek, judulnya kota santri tidak tahu adat" jawab kakak gue.
"hahaha iya mbak, bukan tidak tahu tapi lupa, mbak".

sampailah gue di Gedung Setardjo tempat mahasiswa se-Universitas Jember di wisuda untuk periode pertama di tahun ini. ramai sekali disana. gue juga bertemu beberapat teman yaitu kak nuran, mas alvin, dan mas dimas (selamat wisuda kakak nizam) hehehe. gue dan kakak gue berada disana kurang lebih 3 jam. kenapa lama karena peserta wisudawannya banyak untuk periode ini hehe.

sore harinya gue dan kakak gue pulang. dan kembali lagi, kami melihat panggung mus(r)ik itu sudah di tata dengan apik beserta alat musiknya yang lengkap diatas sana. sayang sekali, gue belum sempat mengambil fotonya saat itu karena kami berdua kelelahan dan ngantuk sekali akibat menunggu lama acara wisuda tadi.

nah, malam harinya gue menyempatkan diri mengambil foto panggung tersebut bersama kakak gue sebelum kami pergi menuju toko kain untuk membeli kado kakak kami yang akan menikah minggu depan. disana saat itu sudah ada penjual yang siap meramaikan acara itu. warga sekitar juga banyak yang sudah berdiri disekitar panggung untuk melihat aksi sang artis yang nantinya akan bernyanyi didepan mereka sekaligus didepan almarhum dan almarhumah. karena saat itu malam dan kuburannya tidak terlihat, tadi pagi kamu mengambil fotonya lagi tapi sayang panggungnya sudah di copot sehingga keadaan kembali seperti sedia kala yaitu hanya kuburan saja.



hemm... sedih? iya. kasihan? banget. apa dosa dari orang-orang di bawah nisan itu yang harus menanggung malu bahwa kuburannya telah dihina secara tidak langsung oleh musik dangdut? apa sih yang membuat orang-orang sana membuat pesta malam disamping makam umum? miris.
Jember, yang katanya kota terbina. terpampang jelas dimana-mana tulisan mengenai Terbina itu. terbina kan tanpa L, bukan?

sungguh gue masih penasaran. siapakah orang-orang tega itu. kemana perginya kemanusiaan dan akhlak mulia dari kota santri ini? hilang semenjak Roxy telah berdiri? hilang semenjak cafe bertebaran dimana-mana? sama sekali tidak ada sopan santun dan penghormatan bagi yang sudah tiada. banyak sepertinya tanda tanya yang gue tulis disini ya. tapi memang itu yang ada dipikiran dan hati ini. mempertanyakan sebesar-besarnya apa yang ada di benak mereka!

apa yah yang ada di benak keluarga sang tiada itu? apa mereka tersinggung atau malah senang bahwa keluarganya yang telah tiada di hibur oleh panggung sebesar itu? sayangnya gue nggak turun dari mobil dan menanyakan acara apa ini dan siapa penyelenggaranya jadi gue bisa tahu mana orang yang tidak memiliki rasa empati terhadap makam itu. hey, itu makan manusia bukan binatang!

gue berharap acara yang memalukan ini tidak ada lagi di Jember atau di belahan tanah di dunia manapun. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar