Deras jatuh keringatnya. Tangannya berkeringat. Tubuhnya terus bergerak menunjukkan gelagapan. Ya, Alkina sedang ujian saat ini. Dia duduk di bangku paling depan dekat meja pengawas. Sudah berapa kali Alkina tidak sengaja menjatuhkan pulpen.
“Kamu yang di depan. Jangan berisik ya. Kalau nggak nanti Saya pindahkan” tegur salah seorang pengawas yang duduk di meja pengawas sedari tadi memperhatikan sikap Alkina. Alkina yang ditegur seperti itu sejenak diam tapi kemudian terus bergerak lagi. Dia benar-benar dalam keadaan frustasi. Alkina tidak bisa mengerjakan soal ujiannya.
“Haduuuh gimana iniiiii.. Aku sama sekali nggak bisa ngerjain soal-soal ini.. Ya Allah bantu Akuuuuuu” batin Alkina sambil menunduk seperti berdoa dan terus memelot kertas soal dihadapannya. Sambil mengelap keringatnya dengan tissue, Alkina mencoba mengerjakan soal ujian nomer 1. Beberapa detik Alkina berpikir keras. Pulpen dan tissue yang dipegangnya di genggam erat seakan-seakan dua benda ini adalah penopang dirinya agar tidak terjatuh ke limbah curam.
“Ah! Aku nggak bisa!” gumam Alkina dengan wajah masam dan mata mulai berkaca-kaca. Teman sebelahnya, Khalid yang mendengar gumamannya itu dan melihat sikap Alkina yang resah, berbisik memanggil Alkina. Alkina menengok kearah Khalid tanpa jawaban dan wajah hampa.
“Kamu nggak bisa nomer berapa?” Tanya Khalid sambil berbisik. Kebetulan pengawas yang duduk di meja didepan mereka sedang ke toilet jadi sedikit longgar. Seketika wajah Alkina berseri seperti sedang melihat artis pujaannya Lee Min Hoo menyapanya. Bukan soal orangnya tapi pertanyaan dari Khalid lah yang membuatnya senang. Alkina melihat belakang dan sebelah kirinya melihat apakah pengawasnya sudah dating apa belum.
“Aku belum semua, Khalid.. dari nomer 1 – 10.. bantuin aku doooong” jawab Alkina bersemangat sekaligus menyertakan nada berharap yang jelas dalam suaranya. Khalid dengan segera memberikan jawabannya ke Alkina. Tidak disangka-sangka pengawas yang tadi menegur Alkina datang menghampiri meja Alkina.
“Hey kamu! Nyontek ya?! Mana kumpulkan saja kertas jawabannya lalu kamu keluar!” tegur dan bentak pengawas pada Alkina. Alkina yang tidak bisa jawab apa-apa lagi karena sudah tertangkap basah hanya bisa menuruti apa perintah dari pengawas. Alkina mengemasi peralatan tulisnya kemudian keluar ruang ujian. Alkina sudah tidak mood lagi berada dikampus jadi dia segera pulang ke rumahnya.
Seminggu telah berlalu sejak ujian buruk Alkina. Hari itu Alkina masih murung mengingat hari ujiannya itu.
“Hey Kin, kamu murung aja sih? Udah lah, ujian kemarin dilupain aja. Dibuat pelajaran jangan sampai nyonteknya ketawan lagi. Hahahaha” ujar Stevie, teman Alkina saat mereka sedang minum jus di kantin kampusnya menggoda dirinya.
“Ini tuh ujian, Stev. Jelas aku kepikiranlah nasib nilai mata kuliahku itu gimana. Hemm..” jawab Alkina sambil meletakkan kedua tangannya didagu. Pikirannya mun melayang entah kemana. Tiba-tiba seorang temannya menghampiri Alkina sambil berlari kecil.
“Kin, kamu dipanggil Pak Bona.” Kata teman Alkina itu. Alkina kaget seperti disambar petir. Wajahnya pun berubah menjadi pucat. Pak Bona adalah dosen mata kuliah yang diujikan waktu itu.
“Hah?! Ada apa emang?”
“Duh, aku kurang tau, Kin. Aku Cuma disuruh sama Pak Bona manggil kamu aja.” Kemudian temannya pergi meninggalkan Alkina. Segera Alkina meraih tasnya lalu pergi ke ruang dosen untuk menghampiri Pak Bona. Setelah mengucapkan salam, Alkina dipersilahkan duduk oleh Pak Bona. Perasaan Alkina saat itu tidak karuan. Keringat pun lagi-lagi menetes dari keningnya.
“Bagaimana ujiannya waktu itu, Alkina?” Tanya Pak Bona dengan suara baritonnya. Sambil mengelap keringatnya, Alkina menjawab, “Ya.. Kurang begitu baik, Pak”. Kemudian Pak Bona mengeluarkan secarik kertas dengan tulisan besar diatas E dengan spidol warna merah. Ya, Alkina sudah bisa menebak kertas jawaban ujian itu milik siapa.
“Saya sudah mengoreksi jawaban ujian kemarin. Seluruh nilai sudah keluar. Dan.. sayang sekali Alkina, nilaimu kurang memuaskan. Kamu hanya bisa menjawab satu soal saja dari sepuluh dan itupun kurang tepat. Ada laporan dari pengawas ujian bahwa kamu menyontek. Sebenarnya kemarin itu kamu kenapa? Cerita saja ke Saya. Apa kamu ada masalah?” jelas Pak Bona kepada Alkina dengan nada bijak dan menenangkan.
Wajah Alkina merah padam. Malu, sedih, stress, berkumpul jadi satu. Ingin menangis tapi tidak bisa karena di hadapan dosen. Ia menunduk dan menggenggam erat tangannya yang berisi tissue itu.
“Begini, Pak.. jujur saja, persiapan untuk ujian kemarin tidak maksimal pak. Dua hari berturut-turut sebelum hari ujian, saya mengantuk terus, Pak. Tidur malam saya menjadi lebih cepat dan bangun keesokan harinya tidak cukup untuk belajar. Saya nggak tahu, Pak, kenapa tuh saya nggak bisa nahan ngantuk. Jadi saat ujian kemarin saya terpaksa nyontek daripada kertas ujian saya kosong sama sekali, Pak. Mohon maaf, ya pak.. Saya nggak akan mengulang hal ini di lain waktu.”
Setelah mendengar penjelasan dari Alkina, Pak Bona tersenyum merasa hal itu lucu. Mengantuk menjadi alasan utama nilai ujian mahasiswanya jelek ditambah laporan buruk dari pengawas. Kemudian pak Bona bertanya beberapa hal lagi terkait materi ujiannya. Setelah berbincang-bincang lebih jauh, akhirnya Alkina dipersilahkan keluar dari ruangan Pak Bona.
Pengalaman Alkina ini akan terus diingat olehnya. Kejadian buruk dan rasa mengantuknya harus Ia ubah agar bisa sukses ujian dan bisa mempersiapkan ujiannya nanti dengan maksimal dan lebih baik. Huruf E di kertas ujiannya dibuat Alkina menjadi suatu kata pemotivasi yaitu “Evaluasi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar