Siapa Dia

Rabu, 07 Maret 2012

Jurnal Ilmiah Dijadikan Syarat Kelulusan. Yakin?

Saya yakin surat keputusan dari DIKTI diatas sudah tidak asing lagi bagi mahasiswa Indonesia. atau malah ada yang belum tahu mengenai SK ini? SK dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) berisi tentang publikasi karya ilmiah sebagai syarat kelulusan Perguruan Tinggi dengan nomor surat 152/E/T/2012 yang diedarkan pada tanggal 27 januari 2012 lalu. Surat ini adalah surat ‘cahaya’ bagi sebagian orang, sekaligus menjadi surat ‘kegelapan’ oleh sebagian orang lainnya. Mengapa?
Mari simak baik-baik isi dari surat tersebut? Sudah? Ya, publikasi karya ilmiah diharuskan untuk menghasilkan makalahnya dalam jurnal ilmiah lokal, nasional, maupun internasional. Itu berarti, ada syarat tambahan selain skripsi, thesis, dan disertasi. Berat? Jelas. Bagus? Thumbs up! Tapi Saya tergelitik dengan alasan mengapa Ditjen DIKTI secepat ini mengeluarkan surat keputusan tanpa sebelumnya melakukan survey.
Terlihat jelas di surat tersebut bahwa Malaysia adalah salah satu negara yang menjadi pertimbangan utama Ditjen DIKTI untuk menjadikan publikasi karya ilmiah sebagai syarat kelulusan. Memang, jurnal ilmiah satu universitas di Malaysia sama dengan seluruh jurnal yang dibuat oleh mahasiswa yang tersebar dari sabang sampai merauke. Kita kalah jauh dalam hal ini. Jurnal ilmiah kita hanya sepertujuh dari jurnal yang bisa dibuat oleh Malaysia. Negara tetangga yang lain seperti Singapura, Thailand, bahkan Pakistan bisa menghasilan lebih dari 5000 jurnal ilmiah. Bagaimana Indonesia?
Dari beberapa artikel yang saya baca, curahan hati para dosen, dan yang saya dapat dari beberapa senior di kampus, DIKTI gegabah mengambil keputusan tanpa sebelumnya melakukan evaluasi ke perguruan tinggi diseluruh Indonesia. Seakan-akan Ditjen DIKTI kebakaran jenggot mendengar bahwa jurnal ilmiah dari mahasiswa di seluruh daerah di Indonesia bisa dihasilkan oleh satu universitas saja disana.
Mari kita lihat sisi positifnya, mahasiswa Indonesia akan semakin berkualitas dan berpikir lebih ilmiah saat lulus, khususnya lulusan S1. Karena kelulusan tidak hanya selesai saat sidang skripsi tapi berlanjut dalam pempublikasian jurnal ilmiahnya. Mahasiswa akan semakin terampil dalam hal menulis dan melakukan penelitian yang jelas hal ini masih minim jumlahnya di Indonesia. Hal ini juga akan menghindarkan adanya plagitisme skripsi yang menjamur sekarang di berbagai universitas. Saya sangat mendukung bila niat mulia dari DIKTI ini bisa terwujud. Bangsa kita akan kaya jurnal imiah dan tentunya penelitiannya. Selain itu pempublikasian jurnal ilmiah di Indonesia akan semakin mudah.
Negatifnya adalah bila tidak adanya verifikasi dan syarat yang jelas dalam hal pempublikasian makalah, akan banyak jurnal-jurnal ilmiah yang tidak bonafit dan ‘sampah’ bertaburan. Mahasiswa akan membuat jurnal sebagai syarat kelulusan saja yang cenderung meremehkan isi jurnal ilmiahnya dan bisa saja DIKTI kewalahan dalam verifikasi sehingga apapun jurnal yang masuk akan langsung diterima. Kekhawatiran ini yang perlu diperhatikan
Menurut Saya, DIKTI haru menetukan dan memberikan syarat yang jelas bagaimana suatu jurnal ilmiah seperti apa saja yang harus tercantum di jurnal ilmiah, bisa diambil dari skripsi atau tidak, alur pempublikasian yang jelas, quota media pempublikasian, sampai benar-benar mempersiapkan setiap universitas di Indonesia mampu melakukan hal ini. Karena ujung dari terobosan ini adalah universitas.
Keputusan DIKTI ini perlu di evaluasi dan perlu di kawal oleh pihak universitas, pemerintah, dan tentunya seluruh mahasiswa. Diharapkan jurnal ilmiah yang sah untuk di publikasikan tidak hanya sebagai surat keputusan belaka yang tidak mengedepankan kualitas dari jurnal atau hanya dibuat sebagai syarat lulus semata. Ini adalah salah satu peluang untuk mewujudkan kualitas SDM di Indonesia semakin baik.

1 komentar: